LOTIM,teropongdesa.com - Akibat kebijakan peraraturan menteri (permen)No 1 PK tahun 2015, yang dibuat menteri susi ,para pengusaha lobster Kabupaten Lombok Timur (Lotim) terancam alih profesi,
Seperti yang dikeluhkan beberapa pengusaha lobster dikecamatan jerowaru,Kabupaten Lombok Timur,yang mengaku tidak bisa melanjutkan usahanya akibat standar berat lobster seratus geram saat ini tidak boleh dijual.
"sebelum peremen ini dibuat,lobster yang berat seratus geram bisa kami jual,tapi sekarang tidak bisa lagi."Keluh Hasan,salah seorang pengusaha lobster yang saat ini usahanya hampir mau tutup.
Dahulu ,lanjutnya lagi,usaha budidaya lobster ini sangat menguntungkan,selain masa pemeliharan yang cukup singkat,biaya pakan yang dibutuhkan juga tidak terlalu besar .
Tapi saat ini untuk bisa dijual,lobster itu beratnya harus diatas seratus geram dan mencapai berat yang dibutuhkan itu,lanjutnya,para pelaku budidaya membutuhkan waktu sampai dua tahun, sehingga biaya pemeliharannya-pun semakin meningkat dengan resiko yang semakin besar.
"Kalu pemeliharan lobster sampai dua tahun,kami akan rugi pakan,selain itu,belum lagi kami akan menghadapi berbagai penyakit seperti virus yang kerap kami waspadai,bila terserang virus benih-benih itu bisa mati semua."Beber hasan.
Ditempat berbeda,Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan ( Kadis DKP ) Kabupaten Lombok Timur M.Tasywiruddin ,tentang persoalan ini,saat ditemui diruangannya,kepada media ini,senin 24/10, menjelaskan,bahwa semenjak diterbitkannya Permen tentang kelautan dan perikanan oleh menteri Susi, bisa dikatakan bahwa, para pelaku budidaya lobster saat ini adalah ilagal.
Ia katakan sperti itu,karena aturan yang dibuat ibu menteri susi yang melarang penangkapan bibit lobster sangat berpengaruh pada usaha budidaya tersebut,selian itu,dalam permen tersebut juga diatur tentang beratnya lobster yang layak dijual,sehingga,para pengusa cenderung menutup usaha mereka.
Terkait persoalan ini,ia mengaku kerap menyampaikannya kepada kementerian agar regulasi tersebut direvisi.
"Terutama pada ayat tiga,pada Permen itu sangat meberatkan para pelaku budidaya lobster ini,karena akan mematikan para pelaku budidaya lokal ,kalu menurut saya,pasal tiga pada permen itu ditambahkan saja kalimatnya "kecuali untuk budidaya lokal" misalnya,"jelas Tasywiruddin menambahkan.
Sejatinya dalam regulasi tersebut diatur juga persoalan segementasi budidaya,agar ada kelompok-kelompok yang melakukan budidaya secara berjenjang,
"Konsep segmentasi budidaya itu sering kita sampaikan di kementerian,misalanya,ada jenjang budidaya dari benih sampai seratus geram,lalu dibeli oleh jenjang budidaya berkiutnya,sampai lobster itu layak untuk dijual"paparnya.(Kim)
Seperti yang dikeluhkan beberapa pengusaha lobster dikecamatan jerowaru,Kabupaten Lombok Timur,yang mengaku tidak bisa melanjutkan usahanya akibat standar berat lobster seratus geram saat ini tidak boleh dijual.
"sebelum peremen ini dibuat,lobster yang berat seratus geram bisa kami jual,tapi sekarang tidak bisa lagi."Keluh Hasan,salah seorang pengusaha lobster yang saat ini usahanya hampir mau tutup.
Dahulu ,lanjutnya lagi,usaha budidaya lobster ini sangat menguntungkan,selain masa pemeliharan yang cukup singkat,biaya pakan yang dibutuhkan juga tidak terlalu besar .
Tapi saat ini untuk bisa dijual,lobster itu beratnya harus diatas seratus geram dan mencapai berat yang dibutuhkan itu,lanjutnya,para pelaku budidaya membutuhkan waktu sampai dua tahun, sehingga biaya pemeliharannya-pun semakin meningkat dengan resiko yang semakin besar.
"Kalu pemeliharan lobster sampai dua tahun,kami akan rugi pakan,selain itu,belum lagi kami akan menghadapi berbagai penyakit seperti virus yang kerap kami waspadai,bila terserang virus benih-benih itu bisa mati semua."Beber hasan.
Ditempat berbeda,Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan ( Kadis DKP ) Kabupaten Lombok Timur M.Tasywiruddin ,tentang persoalan ini,saat ditemui diruangannya,kepada media ini,senin 24/10, menjelaskan,bahwa semenjak diterbitkannya Permen tentang kelautan dan perikanan oleh menteri Susi, bisa dikatakan bahwa, para pelaku budidaya lobster saat ini adalah ilagal.
Ia katakan sperti itu,karena aturan yang dibuat ibu menteri susi yang melarang penangkapan bibit lobster sangat berpengaruh pada usaha budidaya tersebut,selian itu,dalam permen tersebut juga diatur tentang beratnya lobster yang layak dijual,sehingga,para pengusa cenderung menutup usaha mereka.
Terkait persoalan ini,ia mengaku kerap menyampaikannya kepada kementerian agar regulasi tersebut direvisi.
"Terutama pada ayat tiga,pada Permen itu sangat meberatkan para pelaku budidaya lobster ini,karena akan mematikan para pelaku budidaya lokal ,kalu menurut saya,pasal tiga pada permen itu ditambahkan saja kalimatnya "kecuali untuk budidaya lokal" misalnya,"jelas Tasywiruddin menambahkan.
Sejatinya dalam regulasi tersebut diatur juga persoalan segementasi budidaya,agar ada kelompok-kelompok yang melakukan budidaya secara berjenjang,
"Konsep segmentasi budidaya itu sering kita sampaikan di kementerian,misalanya,ada jenjang budidaya dari benih sampai seratus geram,lalu dibeli oleh jenjang budidaya berkiutnya,sampai lobster itu layak untuk dijual"paparnya.(Kim)