LOTIM,teropongdesa.com-Politik dinasti di Nusa Tenggara Barat masih dianggap hal yang biasa dalam kontestasi politik,padahal politik dinasti itu,menurut direktur Advokasi Buruh Migran Indonesi (ADBMI) Roma Hidayat kepada media ini jumat 14/04, memiliki dampak buruk terhadap kehidupan berdemokrasi ,karena menurutnya, keran untuk masyarakat yang tidak ada hubungannya dengan petahana yang memiliki potensi dan gagasan cemerlang akan mengalami penyumbatan akibat seleksi yang terkadang tidak berjalan dengan fair.
Sehingga dalam pandangannya teradap iklim politik dinegeri ini upaya untuk memutus mata rantai politik dinasti adalah melalui partai politik itu sendiri berdasarkan kewenangannya dalam melakukan pengkaderan,seleksi serta mengusung seorang tokoh yang layak menjadi pemimpin publik,meski politik dinasti tersebut diperbolehkan dalam Undang Undang sebagai cerminan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM).
Namun digambarkannya,politik dinasti ini sebagai gambaran mandulnya regenerasi , seperti yang terjadi dibeberapa daerah-daerah termasuk di NTB,yang tidak segan-segan memunculkan calon pemimpin dari keluarga sendiri ,meski dianggap tidak adil namun bagi kelompok paternalistik itu sudah dianggap biasa,karena sulit untuk menolaknya sehingga keputusan ini menurutnya rentan dimanfaatkan untuk menutup-nutupi keburkan dari hasil kepemimpinan petahana dimasa lampau.
Banyak fakta juga yang menunjukkan dibeberapa daerah kalu politik dinasti itu selalu berahir dimeja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ,dari akibat penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan keluarga kelompok dan golongannya,sehingga merusak tatanan sosial yang sudah dibangunnya sekian lama yang mengakibatkan masyarakat dan keluarganya menjadi malu.
Meski politik dinasti itu diperbolehkan berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi dalam undang-undang nomor 8 tahun 2015 pada pasal 7 hurup "r",tentang pemilihan kepala daerah ,yang menjelaskan kesetaraan hak dalam politik namun mengajukan pemimpin publik dari keluarga sendiri tampa jeda itu selain dapat merusak sistem demokrasi itu sendiri juga akan memberikan dampak buruk terhadap nama baik keluarga dari petahana.
"Dari pengalaman yang kita hadapi ,seringkali ruang keritis kita akan dipasung oleh politik dinasti ini ,bahkan hampir tidak ada yang berani mengkeritik kebijakan yang dibuatnya meski tindakan itu kita anggap praktik nepotise."akui tokoh pemuda yang dikenal religius ini.
Akibat dari politik dinasti ini juga potensi sumberdaya manusia yang sejatinnya punya hak yang sama berdasarkan UU akan menjadi gerakan liar yang bisa berprilaku kontraproduktif yang bisa menggangu kesetabilan jalannya pemerintahan.
"Jadi untuk mejaga harkat dan martabat dari kelurga yang menganut politik dinasti ini sebaiknya mereka memiliki jiwa besar untuk memberi dukungan kepada masyarakat yang lain untuk menjadi pemimpin dan bijak sekali kalu mereka tidak mengajukan atau memberi dukungan kepada keluarganya sendiri dalam perhelatan demokrasi pada pilkada 2018 besok."tutupnya.(kim)
Sehingga dalam pandangannya teradap iklim politik dinegeri ini upaya untuk memutus mata rantai politik dinasti adalah melalui partai politik itu sendiri berdasarkan kewenangannya dalam melakukan pengkaderan,seleksi serta mengusung seorang tokoh yang layak menjadi pemimpin publik,meski politik dinasti tersebut diperbolehkan dalam Undang Undang sebagai cerminan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM).
Namun digambarkannya,politik dinasti ini sebagai gambaran mandulnya regenerasi , seperti yang terjadi dibeberapa daerah-daerah termasuk di NTB,yang tidak segan-segan memunculkan calon pemimpin dari keluarga sendiri ,meski dianggap tidak adil namun bagi kelompok paternalistik itu sudah dianggap biasa,karena sulit untuk menolaknya sehingga keputusan ini menurutnya rentan dimanfaatkan untuk menutup-nutupi keburkan dari hasil kepemimpinan petahana dimasa lampau.
Banyak fakta juga yang menunjukkan dibeberapa daerah kalu politik dinasti itu selalu berahir dimeja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ,dari akibat penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan keluarga kelompok dan golongannya,sehingga merusak tatanan sosial yang sudah dibangunnya sekian lama yang mengakibatkan masyarakat dan keluarganya menjadi malu.
Meski politik dinasti itu diperbolehkan berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi dalam undang-undang nomor 8 tahun 2015 pada pasal 7 hurup "r",tentang pemilihan kepala daerah ,yang menjelaskan kesetaraan hak dalam politik namun mengajukan pemimpin publik dari keluarga sendiri tampa jeda itu selain dapat merusak sistem demokrasi itu sendiri juga akan memberikan dampak buruk terhadap nama baik keluarga dari petahana.
"Dari pengalaman yang kita hadapi ,seringkali ruang keritis kita akan dipasung oleh politik dinasti ini ,bahkan hampir tidak ada yang berani mengkeritik kebijakan yang dibuatnya meski tindakan itu kita anggap praktik nepotise."akui tokoh pemuda yang dikenal religius ini.
Akibat dari politik dinasti ini juga potensi sumberdaya manusia yang sejatinnya punya hak yang sama berdasarkan UU akan menjadi gerakan liar yang bisa berprilaku kontraproduktif yang bisa menggangu kesetabilan jalannya pemerintahan.
"Jadi untuk mejaga harkat dan martabat dari kelurga yang menganut politik dinasti ini sebaiknya mereka memiliki jiwa besar untuk memberi dukungan kepada masyarakat yang lain untuk menjadi pemimpin dan bijak sekali kalu mereka tidak mengajukan atau memberi dukungan kepada keluarganya sendiri dalam perhelatan demokrasi pada pilkada 2018 besok."tutupnya.(kim)